Untuk sebuah nama Untuk sebuah cerita

Andai kita masih bisa saling mengingat hembusan semilir angin di tepian malam, di obrolan yang ringan dengan sepertiga rasa sungkan dan beberapa botol soda. Sehangat kenangan, sedingin nostalgia.... Obrolan ringan mengenai " Hey lampu sen kamu mati yah? atau hmmmmm " Kamu sebenernya tau gak sih kalau yang tempo hari aku yang ngirim paket caepci itu " 

Berjalan bergandengan tangan bertiga mengitari malam yang kian beranjak temeram, dengan kerlap - kerlip lampu kota. Aku fikir ini persahabatan, dan ternyata i was wrong. Berkunjung dari pintu kesenangan nan satu ke pintu kesenangan yang lainnya, berjabat tangan dengan orang-orang terdekat kita. Kebersamaan itu berubah menjadi sesuatu yang sedikit abstrak. Indah. Memang. Tapi itu kenangan, bukan?

Riak-riak canda tawa bergulir bak bola bowling di lantai. Begitu deras dan tanpa henti. Tapi sayang celoteh perasaan berkata lain. Benarkah? Oh shite bagian mana yang kita dustakan? Aku atau tentang kita ah mungkin tentang rasa kesepian atau memanfaatkan. Aku pikir ketulusan, hmmmmmmmmmmmmm Sepertinya abstrak.

Ada yang kesepian diantara jeda yang kita ciptakan. Dia, iya dia. Kasian sekali. Aku sering bercerita kepada tatapan malam bahwa aku rindu. Everything. Kebersamaan kita. Canda tawa kebersamaan, celoteh saling mengejek bernada candaan. 

Yah benar sekali karena kita adalah sekumpulan orang-orang kesepian yang mendarat jauh dari beradapan kehidupan "sensitif pribadi dan ikatan darah"